Sebuah novel bagi saya
bukan hanya sebuah buku yang berisi rangkaian cerita kata-kata yang tersusun
dengan konflik sedemikian rupa yang mampu membuat imajinasi pembacanya
melanglang buana. Namun lebih dari itu. Novel bagi saya adalah lahan belajar.
Belajar untuk meresapi setiap makna yang disiratkan penulisnya dalam setiap
paragraf-paragrafnya, belajar untuk menghayati pesan-pesan moral yang
terkandung di dalamnya , pun belajar untuk mengetahui lebih dalam tentang
tempat dan budaya yang menjadi setting dari novel tersebut. Oleh karena itulah
saya selalu mencari dan membaca ‘novel yang bukan hanya sekedar novel’. Tak ada
kata lelah untuk saya memburu novel-novel yang membangun jiwa , yang dengan
kekuatannya bisa menyuntikan sari-sarinya kedalam hati dan pikiran sehingga
ada(walaupun sedikit) kemauan untuk menuju yang lebih baik karena motivasi kuat
yang terpancar dari novel tersebut untuk setiap pembacanya.
Ada beberapa penulis
novel di Indonesia yang karya-karyanya telah menyentuh hati dan pemikiran saya.
Katakanlah Kang abik yang sangat menyentuh saya dengan salah satu karyanya
‘Cinta Suci Zahrana’ atau Ahmad Fuadi dengan karya trilogi negeri 5 menaranya
pun juga asma nadia atau Tere Liye yang selalu berhasil membuat saya haruus
mendongak ke atas untuk menghindari air mata saya jatuh karena memang saya
sering membaca novel dimana saja termasuk di tempat umum , jadi sangatlah
kurang enak di pandang kalau tiba-tiba saya harus menangis di tempat umum
ketika sedang membaca. Begitu pula dengan Hanum Rais melalui 99 Cahaya di
Langit Eropa yang membuat saya dan semua muslim di Indonesia seolah ‘di
bangunkan’ dan disadarkan bahwa kita adalah agen muslim yang harus siap
melakukan apa saja demi kehormatan agama.
Melalui novel yang
terbaru ini ‘Bulan Terbelah di Langit Amerika’ juga seolah kembali mengajak
kita semua sebagai umat muslim untuk mencintai agama kita lebih dalam lagi. Tak
ada sedikitpun rasa menyesal karena harus bolos satu mata kuliah demi bisa
menghadiri bedah buku Bulan Terbelah di Langit Amerika ini yang di gelar sore
ini di GSP UGM(hehe). Mbak Hanum yang datang dengan mas Rangga membuat semua
audience yang ada dalam ruangan antusias untuk mendengarkan ulasan dari novel
BTDLA tersebut. Jalannya talkshow semakin meriah ketika ternyata pemeran Rangga
Almahendra(Abimana) juga datang.
dari kanan mbak Hanum,Mas Rangga,Abimana, MC talkshow |
Novel ini bercerita
tentang perjalanan Hanum dan Rangga di negeri Paman Sam. Hanum yang berprofesi
sebagai jurnalis di salah satu media cetak Wina,Austria mendapat tugas untuk
menulis artikel tentang Would the world
be better without Islam dengan harus meliput peringatan tragedi 11
september di New York, USA. Di waktu yang bersamaan Rangga ternyata juga
mendapat tugas untuk mengahdiri international converence di tempat yang sama
dengan Hanum ,Amerika. Dan jadilah sepasang suami istri itu berkelana di bumi
Amerika. Rangga untuk menjalankan tugas yang di berikan oleh profesornya dan
Hanum untuk meliput peringatan 11 september.
Novel yang akan segera
di angkat di layar lebar ini akan segera di rilis Desember akhir tahun ini.
Kesuksesan film 99 Cahaya di Langit Eropa membuat film Bulan Terbelah di Langit
Amerika ini di tunggu-tunggu oleh jutaan penonton. Sisi Spiritualitas yang di
padukan dengan traveling memang mampu menyedot banyak penonton tanah air.
Terlebih memang sudah waktunya bioskop Indonesia dipenuhi dengan film-film yang
bukan hanya sekedar memberi tontonan tapi juga tuntunan. Seperti yang di
katakan mbak Hanum di acara bedah buku sore ini bahwa film yang berbobot dan
mampu mendidik masyarakat bukanlah film yang hanya mengutamakan sisi komersial
semata yang hanya memuat 3G yaitu Ghost,Girls,Grim
tapi film yang mengandung satu aspek yaitu God.
kapan lagi bisa pose sok unyu'unyu' gini sama mas Rangga ? hehe |