Kamis, 17 September 2015

Bedah Buku Bulan Terbelah di Langit Amerika



Sebuah novel bagi saya bukan hanya sebuah buku yang berisi rangkaian cerita kata-kata yang tersusun dengan konflik sedemikian rupa yang mampu membuat imajinasi pembacanya melanglang buana. Namun lebih dari itu. Novel bagi saya adalah lahan belajar. Belajar untuk meresapi setiap makna yang disiratkan penulisnya dalam setiap paragraf-paragrafnya, belajar untuk menghayati pesan-pesan moral yang terkandung di dalamnya , pun belajar untuk mengetahui lebih dalam tentang tempat dan budaya yang menjadi setting dari novel tersebut. Oleh karena itulah saya selalu mencari dan membaca ‘novel yang bukan hanya sekedar novel’. Tak ada kata lelah untuk saya memburu novel-novel yang membangun jiwa , yang dengan kekuatannya bisa menyuntikan sari-sarinya kedalam hati dan pikiran sehingga ada(walaupun sedikit) kemauan untuk menuju yang lebih baik karena motivasi kuat yang terpancar dari novel tersebut untuk setiap pembacanya.
Ada beberapa penulis novel di Indonesia yang karya-karyanya telah menyentuh hati dan pemikiran saya. Katakanlah Kang abik yang sangat menyentuh saya dengan salah satu karyanya ‘Cinta Suci Zahrana’ atau Ahmad Fuadi dengan karya trilogi negeri 5 menaranya pun juga asma nadia atau Tere Liye yang selalu berhasil membuat saya haruus mendongak ke atas untuk menghindari air mata saya jatuh karena memang saya sering membaca novel dimana saja termasuk di tempat umum , jadi sangatlah kurang enak di pandang kalau tiba-tiba saya harus menangis di tempat umum ketika sedang membaca. Begitu pula dengan Hanum Rais melalui 99 Cahaya di Langit Eropa yang membuat saya dan semua muslim di Indonesia seolah ‘di bangunkan’ dan disadarkan bahwa kita adalah agen muslim yang harus siap melakukan apa saja demi kehormatan agama.
Melalui novel yang terbaru ini ‘Bulan Terbelah di Langit Amerika’ juga seolah kembali mengajak kita semua sebagai umat muslim untuk mencintai agama kita lebih dalam lagi. Tak ada sedikitpun rasa menyesal karena harus bolos satu mata kuliah demi bisa menghadiri bedah buku Bulan Terbelah di Langit Amerika ini yang di gelar sore ini di GSP UGM(hehe). Mbak Hanum yang datang dengan mas Rangga membuat semua audience yang ada dalam ruangan antusias untuk mendengarkan ulasan dari novel BTDLA tersebut. Jalannya talkshow semakin meriah ketika ternyata pemeran Rangga Almahendra(Abimana) juga datang.
dari kanan mbak Hanum,Mas Rangga,Abimana, MC talkshow

Novel ini bercerita tentang perjalanan Hanum dan Rangga di negeri Paman Sam. Hanum yang berprofesi sebagai jurnalis di salah satu media cetak Wina,Austria mendapat tugas untuk menulis artikel tentang Would the world be better without Islam dengan harus meliput peringatan tragedi 11 september di New York, USA. Di waktu yang bersamaan Rangga ternyata juga mendapat tugas untuk mengahdiri international converence di tempat yang sama dengan Hanum ,Amerika. Dan jadilah sepasang suami istri itu berkelana di bumi Amerika. Rangga untuk menjalankan tugas yang di berikan oleh profesornya dan Hanum untuk meliput peringatan 11 september.
Novel yang akan segera di angkat di layar lebar ini akan segera di rilis Desember akhir tahun ini. Kesuksesan film 99 Cahaya di Langit Eropa membuat film Bulan Terbelah di Langit Amerika ini di tunggu-tunggu oleh jutaan penonton. Sisi Spiritualitas yang di padukan dengan traveling memang mampu menyedot banyak penonton tanah air. Terlebih memang sudah waktunya bioskop Indonesia dipenuhi dengan film-film yang bukan hanya sekedar memberi tontonan tapi juga tuntunan. Seperti yang di katakan mbak Hanum di acara bedah buku sore ini bahwa film yang berbobot dan mampu mendidik masyarakat bukanlah film yang hanya mengutamakan sisi komersial semata yang hanya memuat 3G yaitu Ghost,Girls,Grim tapi film yang mengandung satu aspek yaitu God
kapan lagi bisa pose sok unyu'unyu' gini sama mas Rangga ? hehe